Travel 101: Thailand
Hal-hal yang perlu diketahui sebelum pergi ke Thailand.
Pada dekade 1920-an, dunia barat memasuki masa yang dikenal sebagai Roaring Twenties—era penuh gairah yang memancarkan kemakmuran sekaligus melahirkan tren baru. Di tengah gemerlap tersebut, lahirlah sebuah gaya arsitektur ikonis: Art Deco. Debut di Paris, gaya ini merefleksikan semangat modernitas lewat geometri tegas, garis dramatis, serta material mewah.
Gelombang itu sampai ke Hindia Belanda, dan Bandung menjadi salah satu panggung utamanya. Berkat pengaruh Belanda dan sentuhan arsitek ternama seperti Albert Aalbers dan Wolff Schoemaker, ibu kota Priangan tumbuh sebagai kota dengan koleksi Art Deco yang mengesankan. Menurut Good News from Indonesia, tercatat ada 418 bangunan berlanggam Art Deco di Bandung, dari museum hingga hotel bersejarah, menjadikannya destinasi ideal untuk napak tilas arsitektur.
Jalan Asia Afrika menjadi titik awal sempurna. Gedung Merdeka, mahakarya Schoemaker, dulu ruang kongko kaum kolonial, kini menjadi Museum Konferensi Asia Afrika. Tak jauh dari sana berdiri Grand Hotel Preanger, dengan fasad zig-zag khas Art Deco yang berpadu dengan ukiran Sunda.
Kisah serupa hadir di Hotel Savoy Homann Bandung, yang di tangan Aalbers bertransformasi menjadi hotel bergaya Streamline Moderne pada akhir 1930-an. Selain mewah, hotel ini mencatat sejarah: rumah bagi delegasi Konferensi Asia Afrika 1955, dan pernah jadi panggung spontan bagi Charlie Chaplin yang menari di atas sebuah grand piano.
Sebagai distrik mode dan hiburan, Jalan Braga pun dipenuhi harta karun Art Deco. Dari eks Bank Denis yang kini menjadi kantor Bank BJB, Gedung Gas Negara yang kini menaungi restoran, hingga Braga Permai—restoran legendaris yang dulu bernama Maison Bogerijen, tempat kongko borjuis Belanda dan peraih lencana kehormatan dari Kerajaan Belanda.
Jejak warisan juga hadir di Aroma Coffee, toko kopi keluarga Tan Houw Sian yang berdiri sejak 1930-an. Arsitekturnya masih asli Hindia Belanda, sementara aroma kopi Mokka Arabika dan Robusta menyambut pengunjung yang ingin membawa pulang sejarah dalam secangkir.
Di utara kota, Villa Isola berdiri megah di kawasan Universitas Pendidikan Indonesia (dulunya IKIP Bandung). Dibangun pada 1930-an untuk taipan media Dominique Willem Berrety, vila ini menawarkan segala kemewahan: kolam renang, ruang biliar, hingga bar lengkap dengan proyektor film. Setelah melewati babak sebagai hotel dan gudang senjata, bangunan ini kini menjadi ikon pendidikan dan arsitektur Bandung.Lebih dari sekadar bangunan, jejak Art Deco di Bandung adalah narasi tentang modernitas, kolonialisme, dan transformasi budaya. Setiap sudutnya mengundang untuk ditelusuri—dari museum bersejarah hingga restoran legendaris. Sebuah perjalanan yang bukan hanya visual, tetapi juga emosional, menghadirkan Bandung sebagai Paris van Java dalam makna yang sesungguhnya.—Rachman Karim
Salah satu bursa seni terbesar di Indonesia yang tak boleh dilewatkan. 3-5 Okt 2025
Kolaborasi kuliner terkenal di tepi Pantai Canggu. 14 Ags-30 Sep 2025